Breaking News

Hormati Gurumu, Sayangi Teman

Pergi Belajar (Oleh Ibu Sudibyo)
Anak anak : 
Oh Ibu dan Ayah selamat pagi
Kupergi belajar sampaikan nanti
Orang Tua
Selamat belajar nak, penuh semangat
Rajinlah belajar, tentu kau dapat
Hormati gurumu, sayangi teman
Itulah tandanya kau murid budiman.

Ingat lagu Pergi Belajar karangan ibu Sud ini? Mungkin generasi pasca milenia tak kenal lagi, tetapi sebagian dari kita mungkin sering menyanyikannya. Ingatan pada lagu itu membuat saya kembali menyadari betapa kami diajarkan untuk menghormati para guru. 

Pada saat itu belum ada peringatan tahunan Hari Guru. Juga belum ada pemilihan Guru Teladan. Apalagi lagu Hymne Guru. Tak ada. Tetapi kami semua sayang dan hormat pada guru. Guru, digugu lan ditiru. Guru yang dipatuhi dan dicontoh. 

Belum lama ini saya kedatangan tamu. Tamu itu mbak Mung, kakak sahabat saya, yang kemudian juga menjadi sahabat keluarga. Kami sama sama bersekolah di SDN Subah, suatu desa dan kecamatan di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Iya, itu sekolah desa. Kami bersama sama di sekitar tahun 1970an. Jadul ya?!.

Kami berdua jarang bertemu, namun belum lama ini kami saling ber WA an. Bertemulah kami di bulan Januari tahun 2019 ini. Kala itu, Mbak Mung diantar putranya. Jauh jauh mereka naik motor dari Subah ke Magelang untuk melepas kangen. Sambil minum kopi dan makan tahu bacem hangat di pagi hari, kami berbicara soal masa kecil. 

Soal kelucuan kelucuan ketika bersepeda bersama. Soal main kasti dan takut terkena bola yang keras. Soal rujakan sama sama, dan juga soal latihan menari. Juga, kami bicara tentang ayah mbak Mung, almarhum Pak Wignyosumarto, atuu kami panggil pak Wig. Dan obrolan tentang almarhum pak Wig menjadi tema pagi itu. 

Putra mbak Mung yang berkuliah di semester 7 di salah satu fakultas di UNDIP mendengarkan kami berdua bercerita. Antara heran karena ia tidak pernah mendengar cerita cerita itu, atau kagum pada almarhum kakeknya. Entahlah. Kami berbicara soal kakeknya, yang ia tidak pernah kenal ataupun bertemua karena pak Wig telah meninggal sebelum ia lahir.

Bagi kami, Pak Wig seorang guru yang luar biasa. Beliau adalah pensiunan guru ketika saya mengenalnya. Jadi, saya tidak pernah diajar di dalam kelas olehnya. Namun hampir semua guru saya adalah murid beliau. Walaupun beliau sudah pensiun, beliau masih mengajar kami. Jadi, beliau adalah guru saya juga.

Beliau mengajar kami belajar macam macam. Setiap hari kami bertukar buku. Buku kosong saya serahkan ke Pak Wig dan keesokan harinya saya akan menerima buku itu penuh dengan soal. Saya kemudian mengerjakan PR itu dan menitip kembali buku yang soalnya telah saya kerjakan itu untuk pak Wig. Demikian seterusnya. Jangan tanya uang les. Itu semua gratis. Saya juga tidak memahami, bagaimana ini bisa berjalan. 

Beliau juga mengajar kami soal legenda, soal bahasa jawa, soal musik gending Jawa, dan juga menari dan wayang wong. Terdapat beberapa Sendratari yang kami berlatih dan juga kami pertunjukkan. Kami mengenal kesaktian Rama dan kesetiaan Laksmana dan Shinta. Dari pak Wig, kamu tahu bahwa Laksmana harus 'menyunat' dirinya sendiri karena dakwaan Shinta yang mengira Laksmana ada hati padanya. 

Padahal, Laksmana setia pada pesan kakaknya, sang Rama untuk menjaga Shinta. Juga kami mengenal Rahwana, sang angkara murka yang sulit mati karena berkepala sepuluh. Kami juga belajar tentang Arjuna Wiwaha dan belajar tentang apa beda Arjuna dalam Baratayuda dengan Arjuna dalam Arjuna Wiwaha. 

Itu semua dari pak Wig. Belia juga mengajar kami budi pekerti melalui dongeng dongengnya. Ketika kami lelah dengan latihan gamelan dan tari, kami akan meminta beliau bercerita. Dan, belia akan duduk di tengah, sementara kami melingkari. Macam macam ceritanya. Biasanya soal wayang, lengkap dengan cerita sifat dan karakternya. Kadang, ada tawa lebar kami mendengar dialog Cakil dengan Arjuna, atau Arjuna dengan para Punakawan. Selalu ada yang menarik ketika kami bertemu.

Saya rasa sulit menemukan sosok seperti beliau pada masa kini. Saya ingat betul bagaiman beliau mengajarkan saya mengingat jumlah hari di setiap bulan selama setahun dengan menggunakan kepalan tangan. Beliau gambar itu di buku saya. Saya sampai mengingatnya karena beliau gambar kepalan itu lengkap dengan jam tangannya. Dan gambar beliau itu memang bagus. 

Beliau juga mengajarkan bagaimana menulis tebal tipis huruf ha na ca ra ka. Itu semuanya melalui buku yang kami saling tukar setiap hari itu. Dan, luar biasanya, untuk semua yang pak Wig lakukan, kami tidak membayar sepeserpun. Juga tidak pernah diminta bayaran. 

Kami lakukan itu seakan biasa saja. Tentu orang tua sayapun turut memberikan bantuan ketika saya belajar, tetapi pak Wig ini betul betul tokoh guru yang ada di kepala saya. Beliau mengingatkan saya pada tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara. Sederhana dan ikhlas membagi ilmu pada murid.



Juga, di SMP saya mempunyai seorang guru sejarah yang seru. Ibu Suhardjo. Belia paling sepuh di antara guru. Namun suaranya paling lantang. Beliau mengenakan kebaya dan kain batik panjang, rambutnya bergelung jawa. Beliau cukup galak, bila dibandingkan dengan ibu dan bapak guru lain. Galaknya sederhana. Kami tidak boleh berbicara di kelas. Posisi duduk siswa harus tegap menghadapnya. 
Sering kali, di kala kami harus menghapalkan suatu tema, kami dipanggilnya maju ke depan. Kebetulan memang sejarah adalah salah satu pelajaran favorit saya. Saya senang sja dipanggil ke depan. Suatu saat, ketika saya sedang diminta maju menhapal suatu tema di depan kelas, tiba tiba bu Suhardjo meminta saya menggaruk punggungnya. 

Kikuk saya melakukannya, karena wajah beliau tetap datar seperti sedang marah. Padahal memang begitulah ekspresinya. Lucu juga sih, menggaruk punggung guru di depan kelas.

Ada lagi ibu Asmawati. Ibu Asma adalah guru agama di SMPN 1 Semarang. Kebetulan putrinya, dik Yayah adalah sahabat saya di kelas. Setiap hari saya jemput 'ampiri' dik Yayah berangkat ke sekolah. Kamipun pulang bersama. Namun bukan karena saya sahabat dik Yayah, lalu saya dekat dengan ibu Asma. Ibu Asma memang guru kesayangan. 

Sebagai guru agama perempuan, beliau sangat progresif. Luas pengetahuannya. Tak heran bila hampir semua murid menyayanginya. Di saat adik saya yang muslim menikah dengan seseorang yang beragama Katolik, kepada ibu Asmalah adik saya berkonsultasi. Semoga ibu Asma dan dik Yayah khusnul khotimah, damai bersamaNya. Kehilangan keduanya adalah sesuatu yang menyedihkan karena mereka orang orang istimewa di hati saya dan keluarga.

SELANJUTNYA

2 comments:

  1. DEWALOTTO>TOGEL>POKER>CASINO_GAMES>TEMBAK_IKAN>NUMBER_GAME dan masih banyak lagi DEPO/WD 20rb
    PROSES CEPAT TERBONAFIT DAN TERLENGKAP yukk...

    ReplyDelete
  2. Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
    hanya di D*E*W*A*P*K / pin bb D87604A1
    dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
    dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)

    ReplyDelete